Minggu, 2020/05/10 22:33
Berdasarkan cerita dari Nurdiansyah (Suami Almarhumah Tenri). Setelah melahirkan buah hati pertama mereka berjenis kelamin laki – laki. Almarhumah sempat mengalami kesulitan, ari – ari tidak keluar dan harus merasa kesakitan selama beberapa jam.
Lebih jauh, Almh. Tenri mengalami demam, sesak nafas dan batuk berdahak. Sehingga, Dokter menjatuhkan vonis terindikasi Covid- 19 dan masuk dalam kategori Pasien Dalam Pemantauan (PDP). Tenri kemudian dipindahkan dari ruangan melahirkan ke ruangan isolasi.
Dalam keadaan yang sangat membutuhkan pertolongan, pihak rumah sakit tidak memberikan pelayanan kepada Almh. Tenri sebelum pihak keluarga menyelesaikan pembayaran administrasi terlebih dahulu untuk mendapatkan penanganan.
Setelah pihak Rumah Sakit meminta keluarga Nurdiansyah membayar DP sebesar Rp. 2 juta. Pada pukul sekitar jam dua dini hari, Nurdiansyah menelepon keluarganya untuk segera datang membawa uang. Haeruddin Dg. Tona, Bapak dari Nurdiansyah membayar Rp. 3 juta, agar menantunya segera mendapatkan pertolongan. Barulah Rumah Sakit memberi satu botol infus dan alat bantu pernafasan untuk almh. Tenri.
“Jadi setelah pihak Rumah Sakit meminta saya melunasi DP sebanyak dua juta, Bapak saya bayar 3 juta saat itu, supaya istri saya cepat diberi pertolongan dari Dokter. itupun istri saya hanya diberikan 1s botol cairan infus dan alat bantu pernafasan.”
Dokter kemudian memberi satu biji sebuah obat berbentuk kapsul untuk diberikan kepada Almh. Tenri.
“Saya dikasih satu kapsul obat katanya obat antivirus dan disuruh untuk diberikan kepada istriku.”
Keadaan almh. Saat itu sudah sangat memprihatinkan, mulutnya sudah agak kaku dan hanya sepotong obat dan sedikit air mineral yang mampu ditenggak.
“Istriku saat itu mulutnya sudah kaku kasian, sepotongji obat saya kasihkan dan sedikitji air mampu dia minum.”
Keadaan semakin membuat Nurdiansyah panik, ketika setelah mengonsumsi obat yang diberikan dokter, mengakibatkan keluar busa atau buih dari mulut Almh. Tenri.
“Saya panik sekali kak waktu di mulut istriku keluar busa dari mulutnya, tapi Dokter bilang ke saya jangan panik,” kata Nurdiansyah. Lebih jauh Nurdiansyah memaparkan, ketidaktahuannya dan tidak sempat mempertanyakan kepada dokter, mengapa pada bungkusan obat yang diserahkan kepadanya atas nama Hermawan, bukan atas nama istrinya.
“Saya tidak sempat perhatikan kak bungkusannya kenapa namanya Hermawan, bukan atas nama istriku, karena pikiranku hanya ke istriku dan saya berpikir Dokter itu pasti memberikan yang terbaik untuk istriku.”
Di samping dari itu, pihak dari rumah sakit tidak menjelaskan merk obat antivirus yang diberikan, juga tidak ada resep dari Dokter yang diterimanya.
Detak jantung Almh, Tenri terus menurun diduga setelah mengonsumsi obatnya dan para Dokter sulit untuk dihubungi.
Hingga di detik – detik terakhir, Dokter baru datang, memberi pertolongan, akan tetapi detak nadi Almh. Tenri sudah tidak terdeteksi lagi.
“Terakhir saya berusaha menekan-nekan dada istriku, saat saya tekan alat pendeteksi jantungnya memang naik, tapi kalau saya lepas, sudah tidak adalagi.”
Andi Tenri, meninggal dunia di Rumah Sakit Hermina, Jl. Toddopuli Raya Timur No.7, Borong, Kec. Manggala, Kota Makassar , hari minggu pada usia 18 tahun, setelah tak lama mengonsumsi obat pemberian dari Dokter.
Jenazah Almh. Tenri dimakamkan sesuai SOP penanganan jenazah terjangkit Covid- 19. Setelah hasil Swab keluar, Almarhumah dinyatakan negatif virus Corona.
Pihak Rumah Sakit Hermina saat diklarifikasi lewat telepon terkait permasalahan ini mengatakan, harus mengirim atau menyurat secara resmi ke rumah sakit Hermina. Minggu (10/05/20) (☆☆☆)