Oleh Upa Labuhari SH, MH, Wartawan dan Praktisi Hukum.
BN Online Jakarta,--Ketika masih bersekolah ditingkat menengah atas di Makassar, sepertinya aku sedang membaca sebuah puisi berjudul ‘’Penjual Kolak di Pinggir Jalan’’ jika melihat keberadaan kantor PWI Sulsel yang megah di jalan Pantai Penghibur Losari Makassar. Di mulai dengan syair, “Terbit air liurku melihat penjual kolak dipinggir jalan‘’. Begitu besar hasratku ingin menjadi wartawan pada waktu itu. ‘’Untung teringat nasihat ibu di rumah untuk tidak membeli kolak dipinggir jalan.
Untung waktu itu aku belum dewasa untuk menjadi seorang jurnalis. ‘’Akhirnya tidak kubeli kolak itu karena nasehat ibuku‘’. Akhirnya ku urungkan cita citaku untuk menjadi wartawan pada waktu itu karena usiaku belum dewasa untuk menjadi seorang jurnalis yang membawa masa depanku seperti sekarang.
Hasratku Kembali menggebu ngebu untuk membela keberadaan Gedung PWI Sulsel ini yang sudah berpindah ke jalan Andi Pettarani dikala muncul berita di media massa menyatakan gedung mewah tempat berkumpulnya para wartawan se-Sulawesi Selatan yang merupakan aset Pemda Sulsel telah disewakan oleh pengurus organisasi profesi ini kepada sebuah perusahaan mini market selama beberapa tahun.
Dana penyewaannya tidak diketahui masuk ke kantong siapa sehingga seorang wartawan makassar yang mencoba mengungkap kebenarannya di lapor ke penyidik Polres Makassar karena dianggap sebagai pencemaran nama baik oleh seorang pengurus PWI Sulsel.
Sang wartawan lalu diciduk oleh penyidik Polres Makassar dan ditahan selama dua bulan sebelum dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Makassar di daerah Gunung Sahari Gowa selama tiga bulan sehingga masa penahanannya menjadi lima bulan. Tidak ada rasa solidaritas pengurus PWI Sulsel atas penahanan ini untuk membebaskan rekannya yang bernama Kadir Sijaya.
Pengadilan negeri Makassar kemudian mengadili perkara ini dengan tertuduh Kadir Sijaya, seorang wartawan makassar pada sebuah media massa.
Dikala Pengadilan Negeri Makassar mulai menyidangkan perkara pencemaran nama baik seorang pengurus PWI Sulsel dan disaat terdakwa mengalami kesulitan untuk mendapat pendampingan kepengacaraan, tiba tiba muncul Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) makassar sebagai pembela gratis bersama penulis yang bertempat tinggal di Jakarta. Dalam beberapa kali persidangan, akhirnya Kadir Sijaya dinyatakan tidak bersalah mencemarkan nama baik pengurus PWI Sulsel sehingga ia dinyatakan bebas murni.
Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Makassar yang tidak menerima putusan itu langsung kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, putusan Pengadilan Makassar dinyatakan benar sehingga kasasi jaksa pada Kejaksaan Negeri Makassar ditolak. Bebaslah Kadir Sijaya dari tuduhan mencemarkan nama baik pengurus PWI Sulsel, walaupun ia telah merasakan pahitnya ditahan selama lima bulan Bersama narapidana lainnya.
Pertanyaannya sekarang , dapatkah Kadir Sijaya menuntut ganti rugi atas perbuatan oknum pengurus PWI Sulsel yang melaporkannya ke penyidik Polres Makassar sehingga mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Makassar selama lima bulan?.
Pertanyaan sederhana ini dapat dijawab langsung tanpa mempersoalkannya apakah pelaporan sebelumnya sebagai dendam atau sakit hati. Yang pasti Kadir Sijaya bisa menuntut pidana dan perdata terhadap oknum PWI Sulsel yang sekarang ini sudah menjabat pengurus PWI Pusat sebagaimana diatur dalam Undang Hukum Pidana dan Undang undang Hukum Perdata. Tapi rupanya, Kadir Sijaya belum mau menggunakan haknya untuk menuntut balik orang yang pernah membawanya ke Lembaga Pemasyarakatan Makassar dan tahanan Polres Makassar selama lima bulan baik secara perdata maupun pidana .
Kita tunggu saja kesadaran Kadir Sijaya untuk memulihkan Nama baiknya sebagai orang yang pernah ditahan karena dilapor membuat tindak pidana pencemaran nama baik.
Dan ketika kawan kawan seprofesiku di Makassar menyebut tidak tertutup kemungkinan Gedung PWI Sulsel dialihkan kepada pihak lain setelah pengurus organisasi ini berhasil menyewakannya kepada sebuah perusahan mini market selama beberapa tahun, tanpa diketahui kemana dana sewa itu digunakan , kembali hasratku untuk membela keberadaan Gedung ini.
Teringat tujuh tahun lalu Ketika Pengurus PWI Pusat yang waktu itu dipimpin oleh Margiono meminta kepada saya bersama rekan almarhum Toro Mendrofa SH tuntuk menelusuri keberadaan Gedung PWI Kalimantan Barat yang sudah menjadi Gudang peralatan PLN di kota Pontianak.
Dari penelusuran selama seminggu bersama penyidik Polda Kalbar akhirnya kami berdua dapat mengetahui bahwa Gedung PWI Kalbar yang berdiri megah di tengah kota Pontianak yang pernah di resmikan oleh Menteri Penerangan RI Harmoko telah dijual secara resmi kepada pihak PLN oleh Ketua PWI Kalbar beberapa saat sebelum meninggal. Dana penjualan itu tidak diketahui dimana disimpan nya karena penjualnya sudah meniggal. Yang hanya diketahui, ketika Gedung bertingkat tiga itu yang terletak diatas tanah seluas kurang lebih 500 meter, penjualannya berjalan lancer karena sepengetahuan seorang oknum pengurus PWI yang bertempat tinggal di Jakarta.
Selesai mendapatkan data langsung dari penyidik perkara ini dan Kapolda Kalimantan Barat, saya Bersama rekan Toro Mendrofa SH ingin menggugat penjualan itu sebagai tidak layak dilakukan oleh oknum pengurus PWI Kalbar lewat Pengadilan TUN Kalimantan Barat. Pendaftaran sudah dilakukan tapi dana pengurusannya tidak dimiliki sehingga penelusuran penjualan Gedung milik aset PWI Pusat tidak berjalan mulus sampai sekarang ini. Harapan saya semoga Gedung PWI Sulsel yang merupakan aset Pemda Sulsel tidak perlu dihibahkan ke pengurus PWI Pusat khususnya PWI Sulsel.
Biarlah Gedung megah yang terletak di pinggir jalan utama jalan Andi Pettarani tetap menjadi milik aset Pemda Sulsel. PWI Sulsel hanya sebagai pengguna aset sepanjang masa biar terhindar dari usaha diperjual belikan setelah sukses disewakan beberapa tahun oleh oknum pengurus organisasi ini kepada sebuah perusahaan mini market dengan dana yang tidak diketahui keberadaannya. Mudah mudahan perkara sewa menyewa ini bisa terbuka secara transparan dan diketahui masyarakat lewat Pengadilan Negeri Makassar setelah beberapa orang wartawan di Makassar melakukan gugatan perdata nomor register 142/Pdt.g/2021/PN Makassar yang akan mulai disidangkan pada hari Kamis tanggal 27 Mei 2021 mendatang. Semoga. (*)
Disclaimer*
*Seluruh isi tulisan adalah tanggung jawab penulis. Penulis adalah wartawan dan praktisi hukum di Jakarta*.