Selasa, 26 November 2019

Sinergitas Antar Sektor dan Multistakeholder Syarat Kendalikan Perubahan Iklim

Tags


BN Online, Jakarta---Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa 26 November 2019. Membuka workshop bertajuk Menuju Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Melalui Pendekatan Landscape, di Jakarta (26/11), Wakil Menteri LHK, Alue Dohong menyebutkan jika keberhasilan komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) tidak bisa dilakukan hanya bergantung dari usaha Pemerintah semata, dukungan dan kontribusi masyarakat secara umum serta dunia bisnis akan membantu pencapaian target atas komitmen tersebut.

"Untuk mencapai itu tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah, harus melibatkan pihak lain baik masyarakat maupun sektor bisnis. Saya ingin sektor bisnis itu bisa melakukan tanggung jawab bisnis terhadap lingkungan melalui triple bottom line, yaitu: people, planet, and profit," tegas Wamen Aluo Dohong

Selanjutnya terkait Penurunan emisi GRK melalui pendekatan landscape yang menjadi salah satu kunci yang diharapkan untuk  untuk menurunkan emisi GRK, secara umum akan mengatur agar semua kegiatan pembangunan yang berbasis lahan dikerjakan dengan prinsip-prinsip rendah emisi. Program penurunan emisi GRK yang berbasis landscape ini pun menekankan pentingnya kolaborasi antarpihak dalam upaya penurunan tersebut.

Program Bio Carbon Fund Initiative for Sustainable Forest Landscape (BioCF-ISFL) yang merupakan inisiatif multilateral yang  didukung oleh negara donor dan dikelola oleh World Bank, akan  mendukung dan memberikan insentif terhadap penurunan emisi GRK dan meningkatkan sekuestrasi melalui pengelolaan lahan yang lebih baik, termasuk didalamnya REDD+, climate smart agriculture dan smarter land use planning and policies.

Melalui program BioCF ISFL ini, pemerintah mengembangkan berbagai kegiatan pengurangan emisi GRK yang akan fokus pada penguatan kebijakan dan mendukung pengelolaan hutan dan lahan berkelanjutan. Target penurunan emisi GRK yang akan mulai dilaksanakan pada tahun 2020 adalah sebesar 14 juta ton CO2e untuk periode 6 tahun ke depan.

Wamen Alue Dohong mengingatkan bahwa pasca tahun 2020 adalah saatnya aksi untuk pengendalian perubahan iklim untuk diimplementasikan. "Mulai Januari 2020 adalah implementasi Paris Agreement, istilahnya Time For Action, negosiasi sudah selesai saatnya beraksi mengatasi perubahan iklim," imbuh Wamen Alue Dohong


Wamen Alue pun menekankan jika pemanasan global harus dijaga agar tidak melebihi 1,5 derajat Celcius dibanding masa Pra Industri, sesuai kesepakatan masyarakat global pada tahun 2015 di Paris  melalui Persetujuan Paris.

Kemudian pada workshop ini Provinsi Jambi diusulkan untuk menjadi lokasi proyek penurunan emisi GRK melalui pendekatan landscape melalui program BioCF ISFL dengan fokus pada kegiatan REDD+ dan Smart Agriculture. Provinsi Jambi  memiliki sektor pertanian dan perkebunan sebagai komoditi unggulan dalam kontribusinya terhadap peningkatan kesejahteraan petani Jambi dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi.

Sebagai Provinsi yang sudah mulai menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi hijau, pengembangan komoditas-komoditas penting di Jambi diarahkan agar tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam supply chainnya, antara lain melalui upaya-upaya sertifikasi telah dilakukan atau standard-standard yang dalam pemenuhan prinsip pelestarian. Untuk itu, diperlukan sinergitas dari berbagai pihak termasuk didalamnya keterlibatan sektor swasta.

Sinergitas antarpihak tersebut dituangkan ke dalam Agenda Bersama antarpihak. Agenda Bersama ini diharapkan dapat menjadi acuan semua pihak bagaimana interaksi antarpihak dalam penurunan emisi GRK berbasis lahan karena peran dari masing-masing pihak telah terpetakan. Diharapkan intervensi yang dilakukan oleh semua pihak tidak Bussines As Usual (BAU) activities.

Implementasi REDD+ secara penuh ini, tidak saja ditujukan untuk menurunkan emisi GRK, tetapi tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Pendekatan landscape dalam pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan emisi GRK, khususnya untuk kegiatan-kegiatan berbasis lahan.

Komitmen Indonesia untuk berkontribusi menurunkan emisi GRK nasional adalah sebesar 29% dari BAU pada tahun 2030 dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional melalui kegiatan penurunan di 5 (lima) sektor yaitu energi, kehutanan, limbah, IPPU dan Pertanian. Komitmen tersebut telah menjadi target yang  dituangkan dalam Nationally determined Contributions (NDC) Indonesia sesuai Persetujuan Paris pada tahun 2016 yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 16 tahun 2016 tentang Ratifikasi Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim.(*)



Editor : | BN Online | Dny


News Of This Week