BN Online, Makassar -- Di tengah hiruk-pikuk Kota Makassar, perjuangan melawan stunting tetap sengit, dengan data terbaru dari Survei Status Gizi Indonesia mengungkapkan prevalensi yang mencemaskan, mencapai 18,4% pada tahun 2022.
Lebih mendalam, lingkungan Bontoala dan Sangkarrang menonjol, berjuang dengan tingkat stunting masing-masing 5,98% dan 5,45%.
Menariknya, Sangkarrang, suatu daerah yang didominasi oleh masyarakat nelayan, menghadapi prevalensi stunting tertinggi kedua di Makassar. Paradoks semakin terasa karena mayoritas penduduk mencari nafkah sebagai nelayan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr Nursaidah Sirajuddin mengungkapkan penyebab tingginya kasus stunting di Sangkarrang berasal dari nelayan yang menjual hasil tangkapannya untuk diekspor bukan untuk konsumsi pribadi.
Meskipun tinggal di pulau, di mana akses terhadap ikan bergizi seharusnya melimpah, kenyataannya jauh berbeda.
“Mereka meski sebagai produsen ikan, tapi mereka mengekspor. Jadi mereka jual, tapi mereka tidak makan,” ujar Ida, sapaannya, Kamis, 7 Desember 2023.
Ida menekankan bahwa ikan, sebagai sumber nutrisi penting untuk mencegah stunting, kini lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang lebih mampu, menciptakan kontras yang memilukan.
Stunting, tambahnya, tidak terbatas pada daerah berpendapatan rendah saja; bahkan kekayaan tidak dapat menggantikan praktik gizi yang tidak memadai.
“Kekayaan tidak berarti apa-apa jika dukungan nutrisinya kurang,” tambah Dr. Ida dengan keprihatinan.
Menanggapi krisis gizi ini, Kepala Kesehatan Masyarakat Dinkes Makassar, Sunarti mengungkapkan upaya terus-menerus untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.(*)