Kamis, 27 Maret 2025

Sosialisasi Perda Anjal Gepeng, Ismail: Butuh Kerja Kolaboratif Tangani PMKS di Makassar

 


BN Online Makassar – Persoalan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kota Makassar masih menjadi tantangan besar yang belum terselesaikan. Keberadaan anak jalanan (anjal), gelandangan, pengemis (gepeng), pengamen, hingga manusia silver semakin menjamur setiap tahunnya.


Kondisi ini bahkan semakin parah pada momen-momen tertentu seperti bulan Ramadan dan pergantian tahun. Jumlah mereka dapat meningkat hingga dua kali lipat, menandakan bahwa fenomena ini bukan sekadar masalah sosial biasa, tetapi juga berkaitan dengan pola ekonomi dan budaya masyarakat.


Melihat urgensi permasalahan ini, Ketua Komisi B DPRD Kota Makassar, Ismail, menginisiasi sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis, dan Pengamen. Sosialisasi ini dilakukan dalam rangka Sosper Angkatan Ketiga Tahun Anggaran 2025.


Acara sosialisasi berlangsung di Hotel Swiss-Belcourt, Jalan Gunung Bawakaraeng, Makassar, pada Rabu (26/3/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, khususnya dari Kecamatan Tallo, yang dikenal sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan cukup tinggi.


Menurut Ismail, sosialisasi perda ini sangat penting bagi warga daerah pemilihannya. Ia menilai masih banyak penduduk di wilayah utara Makassar, termasuk Tallo, yang berada di bawah garis kemiskinan dan berpotensi terlibat dalam aktivitas jalanan sebagai mata pencaharian.


"Kenapa saya sosialisasikan Perda ini? Karena kami di utara masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Alasan saya, supaya mereka paham bahwa ada aturan yang mengatur keberadaan anjal gepeng," ujar Ismail di hadapan peserta sosialisasi.


Selain itu, Ismail juga sering menerima keluhan masyarakat terkait program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan BPJS gratis. Untuk itu, ia menghadirkan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar agar bisa menjelaskan langsung solusi dari permasalahan tersebut.


Menurut Ismail, permasalahan anjal gepeng, pengamen, dan manusia silver bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat. Ia menegaskan bahwa upaya penanganan ini tidak bisa hanya mengandalkan Dinas Sosial.


"Dinsos tidak bisa sendirian menangani ini, harus ada peran aktif dari kita semua untuk membantu kerja-kerja mereka. Sesederhana jangan memberi uang pada mereka, karena ada aturan terkait larangan itu," tegasnya.


Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, drg. Ita Rasdiana Anwar, menjelaskan bahwa tugas utama Dinsos adalah menangani masyarakat pra-sejahtera. Namun, dalam menangani anjal gepeng, Dinsos perlu berkolaborasi dengan Satpol PP.


Menurut Ita, penjaringan anjal gepeng tidak bisa dilakukan hanya oleh Dinsos, melainkan harus melibatkan Satpol PP sebagai aparat penegak perda. Hal ini dikarenakan banyak dari mereka yang cenderung melakukan perlawanan saat ditertibkan.


"Mereka ini cenderung terorganisir dan berbahaya. Saat dilakukan penjaringan, mereka bahkan menggunakan busur untuk melawan," ungkap Ita. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena anjal gepeng bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga memiliki sisi kriminalitas yang perlu diwaspadai.


Lebih lanjut, Ita mengungkapkan hasil asesmen yang mengejutkan. Menurutnya, banyak anjal gepeng yang memiliki penghasilan jauh lebih besar dibanding pekerja formal. Bahkan, penghasilan mereka bisa mencapai Rp800 ribu per hari.


Tak hanya itu, Ita juga mengungkapkan bahwa banyak gepeng yang ditemukan membawa tas berisi emas. Fakta ini semakin menguatkan dugaan bahwa mereka bukan sekadar kelompok miskin, melainkan jaringan yang sengaja memanfaatkan belas kasihan masyarakat untuk mengumpulkan keuntungan.


Lebih mengejutkan lagi, Dinsos pernah menemukan bahwa banyak dari mereka sengaja didrop menggunakan mobil ke lokasi-lokasi strategis di Makassar. Ini menunjukkan bahwa ada pihak yang sengaja mengorganisir aktivitas mereka.


Karena itulah, Ita meminta masyarakat untuk berhenti memberikan uang kepada mereka. Menurutnya, memberikan uang hanya akan memperpanjang masalah dan membuat mereka semakin nyaman menjadikan jalanan sebagai sumber penghasilan.


Sosialisasi Perda No. 2 Tahun 2008 ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat bahwa aturan tersebut dibuat bukan untuk menindas, tetapi justru melindungi baik masyarakat umum maupun anak jalanan sendiri dari eksploitasi pihak tertentu.


Ismail menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan masyarakat dalam mematuhi aturan dan memahami akar permasalahan ini sangat dibutuhkan agar solusi yang diberikan bisa berjalan efektif.


Ke depan, Ismail berharap sosialisasi ini dapat terus dilakukan di berbagai kecamatan di Makassar. Dengan begitu, pemahaman masyarakat tentang aturan ini semakin luas, dan permasalahan anjal gepeng dapat diminimalisir secara signifikan.


Masalah anjal gepeng bukan hanya isu sosial, tetapi juga menyangkut aspek ekonomi dan keamanan. Melalui sosialisasi Perda No. 2 Tahun 2008, diharapkan masyarakat lebih sadar untuk tidak mendukung aktivitas jalanan ini. Kolaborasi antara pemerintah dan warga menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini secara efektif.


Red.*

News Of This Week